16722

JAKARTA, HUMAS MKRI – Bergulirnya wacana amendemen terhadap UUD 1945 muncul dalam Webinar “Wacana Amendemen Kelima UUD 1945” yang diselenggarakan Badan Eksekutif  Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (BEM FH Undip) pada Sabtu (7/11/2020) siang.

“Apakah sekarang ini sudah mendesak harus dilakukan amendemen kelima UUD 1945? Apakah momentumnya tepat dilihat dari seluruh aspek? Memang ada kelemahan-kelemahan dari UUD 1945, meskipun tidak begitu mendasar. Dengan adanya Mahkamah Konstitusi, kelemahan-kelemahan itu sebenarnya sudah bisa ditutup melalui apa yang disebut dengan The Living Constitution,” jelas Hakim Konstitusi Arief  Hidayat yang menjadi pembicara webinar ini.

Dikatakan Arief, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan sebagai penjaga Konstitusi dan difungsikan sebagai penafsir tertinggi Konstitusi. Dengan demikian, kalau ada kelemahan-kelemahan di UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi bisa melakukan tugas-tugas itu. “Bahkan Mahkamah Konstitusi merupakan Penjaga Ideologi Bangsa. Oleh karena itu, kalau kita melihat dari posisi itu, apakah mendesak untuk melakukan amendemen UUD 1945? Saya kira tidak mendesak,” tegas Arief.

Arief menyarankan para akademisi bidang hukum di lingkungan Universitas Diponegoro, agar membaca tulisan Maestro Hukum Prof. Satjipto Rahardjo yang mengkaji UUD 1945 dari perspektif  hukum umum. “Mahasiswa jurusan hukum harus membaca tulisan itu, sehingga kalau melihat tema webinar siang ini, sudah terbantahkan. Prof. Satjipto menulis UUD mengatur sesuatu yang sangat mendasar. Di tengah-tengah masyarakat yang sangat liberal pun, susah sekali mengubah Konstitusi dan tidak gampang,” kata Arief.

“Pertanyaannya, setelah terjadi amendemen UUD 1945 pada tahun 1999 sampai 2002, apakah produk hukum yang mengatur penjabarannya yang berada di bawah Konstitusi sudah dibuat, direvisi, diamendemen, diganti dengan undang-undang yang baru yang sesuai dengan Konstitusi yang sudah berubah itu? Tidak hanya undang-undang, bisa sampai ke peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah. Apakah sudah diubah dan disesuaikan dengan Konstitusi yang baru atau belum?” tanya Arief.

Arief mencermati, produk hukum yang berada di bawah Konstitusi belum diubah dan belum disesuaikan dengan Konstitusi Republik Indonesia. Menurut Arief, banyak produk hukum di bawah UUD 1945 belum diamendemen, diubah sesuai kenginanan UUD 1945.

“Itu saja belum. Kalau sekarang kita mau mengubah lagi, pasti harus menyesuaikan lagi. Padahal ini aja belum disesuaikan. Saya mengibaratkan Konstitusi itu pangkal cambuk. Supaya operasional, Konstitusi harus dibentuk produk peraturan di bawah Konstitusi. Kalau Konstitusi sebagai pangkal cambuk kita gerakkan, kita bisa bayangkan bagaimana peraturan perundangan yang ada di tengah-tengah atau di bawahnya harus menyesuaikan. Perubahan UUD 1945 pada 1999-2002 saja belum menyesuaikan. Masih banyak ketidaksesuaian antara keinginan Konstitusi dengan produk hukum di bawahnya. Kalau sering melakukan amendemen UUD, yang terjadi adalah ketidakpastian hukum maupun ketidakadilan akibat tidak ada kepastian hukum,” urai Arief.

Menurut Arief, kalau memang ada kelemahan UUD 1945, masyarakat diminta melakukan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi untuk menyesuaikan perkembangan zaman melalui kewenangan MK sebagai penafsir tertinggi Konstitusi. “Mengubah Undang-Undang Dasar dalam suatu negara dibutuhkan suasana yang kondusif. Artinya, bangsa itu solid dan mempunyai visi misi tujuan yang sama sesuai dengan apa yang ada dalam Pembukaan UUD 1945. Apakah sekarang soliditas bangsa Indonesia penuh? Berbagai studi mengatakan, kohesi sosial sekarang di Indonesia sangat lemah. Kelemahan itu terjadi akibat beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun internal yang terjadi. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini, soliditas suatu bangsa diperlukan untuk mengubah UUD. Kalau melakukan amendemen UUD 1945, saya khawatir terjadi constitutional deadlock. Ini berbahaya, negara menjadi semakin kritis,” ujar Arief prihatin.

Arief menambahkan, saat ini ada situasi kondisi ideologi yang bersifat trans nasional mencoba mencampuri Indonesia, baik ideologi trans nasional aliran kiri maupun kanan mencoba membuat Indonesia dalam satu dilema dan kemacetan-kemacetan. Mereka tidak menginginkan Indonesia maju dan solid. Faktanya, Indonesia kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam merupakan pasar yang luar biasa. Di tengah-tengah situasi seperti ini, kalau bangsa kita mengubah UUD, maka akan menjadi semakin runyam.

Lebih lanjut Arief melihat permasalahan yang dibahas ini dari sisi hukum progresif. “Tulisan-tulisan dari Prof Satjipto Rahardjo yang saya baca mengenai hukum progresif, beliau itu sebetulnya banyak bercerita di bidang implementasi hukum. Jadi kalau kita berhukum ada dua yaitu membuat hukum dan mengimplementasikan atau mengaplikasikan hukum,” kata Arief.

Arief menuturkan, Prof Satjipto mengatakan bahwa sebetulnya di tengah-tengah hukum yang dibuat dalam suasana otoriter dan tidak dalam suasana demokratis, maka aparat hukum harus menegakkan hukum dengan cara berpikir out of the box. Banyak hakim sebagai aparat penegak hukum, yang menerapkan hukum sesuai hati nurani, kesadaran hukum, keadilan hukum yang berkembang di masyarakat.

“Jadi hukum progresif yang dijelaskan Prof Satjipto lebih banyak berkaitan dengan bagaimana implementasi suatu hukum yang otoriter, hukum yang tidak demokratis diterapkan dengan baik, bersifat out of the box oleh para penegak hukum,” tandas Arief.

Kekuatan Ekonomi dan Sospol

Sementara Hakim Konstitusi Periode 2003-2008 dan 2015-2020  I Dewa Gede Palguna juga hadir sebagai pembicara webinar ini, menyampaikan bahwa Konstitusi itu sesungguhnya adalah resultante dari sebuah jajaran genjang dari berbagai kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang bekerja pada saat diterimanya Konstitusi itu.

“Jadi, Konstitusi itu pada saat dirumuskan dan diterima adalah cerminan dari keyakinan-keyakinan atau kepentingan-kepentingan dominan, kompromi-kompromi dari berbagai kepentingan yang berbeda yang merupakan ciri dari masyarakat pada saat itu. Inilah yang menyebabkan Konstitusi tidak pernah sempurna. Apakah kita perlu melakukan amendemen kembali UUD 1945 saat ini? Mengapa Konstitusi dapat dan perlu diubah? Jawabannya, karena Konstitusi itu tidak sempurna dan dia tidak akan pernah sempurna. Kita pernah melakukan amendemen UUD 1945 pada 1999-2002. Sesungguhnya kalau secara faktual, yang terjadi baru satu kali amendemen, namun terdiri atas empat tahap yaitu 1999, 2000, 2001 dan 2002,” ucap Palguna.

Palguna mengutip pernyataan ahli hukum Amerika Serikat, Jed Rubenfeld yang mengatakan bahwa suatu rumusan norma yang dibuat sekian ratus tahun yang lalu dengan kondisi yang berlaku pada saat itu, kalau diberlakukan sekarang dan memiliki legitimasi pada saat ini, adalah sebuah skandal.

“Artinya, Konstitusi itu apalagi Konstitusi tertulis tidak pernah akan sempurna. Karena itulah selalu akan tersedia ruang untuk penyempurnaan. Kembali ke pelajaran dasar hukum tata negara, ada tiga cara untuk menyempurnakan Konstitusi. Pertama, amendemen secara formal. Kedua, melalui penafsiran dari hakim atau pengadilan. Sedangkan yang ketiga, melalui kebiasaan dan konvensi. Namun konvensi yang dimaksud di sini adalah konvensi dalam pengertian ketatanegaraan. Bukan konvensi dalam pengertian dalam pengertian hukum internasional,” ungkap Palguna.

Dengan demikian, kata Palguna, amendemen secara formal hanyalah salah satu cara untuk melakukan penyempurnaan terhadap Konstitusi, bukan satu-satunya cara. Oleh karena itu, lanjut Palguna, putusan pengadilan di Amerika Serikat memegang peranan penting. “Apalagi cara penafsiran Konstitusi di Amerika Serikat diterapkan melalui kasus konkret yang disebut dengan istilah case atau controversy. Oleh karena itu kita bisa melihat persoalan-persoalan konkret langsung dikaitkan dengan Konstitusi. Itu kemudian sebagai penyelesai masalah dan bisa terjadi perubahan terhadap Konstitusi. Artinya, teks Konstitusi tidak berubah tapi tafsir terhadap Konstitusi mengikuti penafsiran pengadilan,” tandas Palguna. (*)

Penulis                 : Nano Tresna Arfana

Editor                    : Lulu Anjarsari

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *